Kualitas Pendidikan di Indonesia – 1. Rendahnya Mutu Fasilitas Fisik
Buat fasilitas raga misalnya, banyak sekali sekolah serta akademi besar kita yang gedungnya rusak, kepemilikan serta pemakaian media belajar rendah, novel bibliotek tidak lengkap. Sedangkan laboratorium tidak standar, konsumsi teknologi data tidak mencukupi serta sebagainya. Apalagi masih banyak sekolah yang tidak mempunyai gedung sendiri, tidak mempunyai bibliotek, tidak mempunyai laboratorium serta sebagainya.

2. Rendahnya Mutu Guru
Kondisi guru di Indonesia pula amat memprihatinkan. Mayoritas guru belum mempunyai profesionalisme yang mencukupi buat melaksanakan tugasnya sebagaimana diucap dalam pasal 39 UU Nomor 20/ 2003 ialah merancang pendidikan, melakukan pendidikan, memperhitungkan hasil pendidikan, melaksanakan pembimbingan, melaksanakan pelatihan, melaksanakan riset serta melaksanakan dedikasi warga. joker123 terbaru
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, tetapi secara mutu kualitas guru di negeri ini, pada biasanya masih rendah. Secara universal, para guru di Indonesia kurang dapat memerankan gunanya dengan maksimal, sebab pemerintah masih kurang mencermati mereka, spesialnya dalam upaya tingkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebetulnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak sangat kurang baik. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka- angkanya cukup bagus
ialah di SD 1: 22, SLTP 1: 16, serta SMU/ Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) 1: 12. Walaupun demikian, dalam perihal distribusi guru nyatanya banyak memiliki kelemahan ialah pada satu sisi terdapat wilayah ataupun sekolah yang kelebihan jumlah guru, serta di sisi lain terdapat wilayah ataupun sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak permasalahan, terdapat SD yang jumlah gurunya cuma 3 sampai 4 orang, sehingga mereka wajib mengajar kelas secara paralel serta simultan.
Apabila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pembelajaran minimun ataupun kesesuaian bidang riset dengan pelajaran yang wajib diberikan kepada anak didik, nyatanya banyak guru yang tidak penuhi mutu mengajar( under quality).
Perihal itu bisa dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, tetapi mengajar di SMU/ Sekolah Menengah Kejuruan(SMK), dan banyak guru yang mengajar tidak cocok dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Kondisi semacam ini mengenai lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP serta SMU/ Sekolah Menengah Kejuruan(SMK). Maksudnya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP serta SMU/ Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) di Indonesia sesungguhnya tidak penuhi kelayakan mengajar. Dengan keadaan serta suasana semacam itu, diharapkan pembelajaran yang berlangsung di sekolah wajib secara balance bisa mencerdaskan kehidupan anak serta wajib menanamkan budi pekerti kepada anak didik.“ Sangat kurang pas apabila sekolah cuma meningkatkan kecerdasan anak didik, tetapi mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Meski guru serta pengajar bukan salah satunya aspek penentu keberhasilan pembelajaran namun, pengajaran ialah titik sentral pembelajaran serta kualifikasi, bagaikan kaca mutu, tenaga pengajar membagikan andil sangat besar pada mutu pembelajaran yang jadi tanggung jawabnya. Mutu guru serta pengajar yang rendah pula dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkatan kesejahteraan guru.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru memiliki kedudukan dalam membuat rendahnya mutu pembelajaran Indonesia. Dengan pemasukan yang rendah, cerah saja banyak guru terpaksa melaksanakan pekerjaan sampingan. Terdapat yang mengajar lagi di sekolah lain, berikan les pada sore hari, jadi tukang ojek, orang dagang mie rebus, orang dagang novel/ LKS, orang dagang pulsa ponsel, serta sebagainya.
Dengan terdapatnya UU Guru serta Dosen, barangkali kesejahteraan guru serta dosen( PNS) agak cukup. Pasal 10 UU itu telah membagikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru serta dosen hendak menemukan pemasukan yang pantas serta mencukupi, antara lain meliputi pendapatan pokok, tunjangan yang menempel pada pendapatan, tunjangan profesi, serta/ ataupun tunjangan spesial dan pemasukan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang dinaikan pemkot/ pemkab untuk wilayah spesial pula berhak atas rumah dinas.
Tetapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta serta negara jadi permasalahan lain yang timbul. Di area pembelajaran swasta, permasalahan kesejahteraan masih susah menggapai taraf sempurna. Diberitakan Benak Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat serta Banten tidak mampu buat membiasakan kesejahteraan dosen cocok dengan amanat UU Guru serta Dosen.
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan kondisi yang demikian itu( rendahnya fasilitas raga, mutu guru, serta kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa juga jadi tidak memuaskan. Bagaikan misal pencapaian prestasi fisika serta matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Bagi Trends in Mathematic and Science Study( TIMSS) 2003( 2004), siswa Indonesia cuma terletak di ranking ke- 35 dari 44 negeri dalam perihal prestasi matematika serta di ranking ke- 37 dari 44 negeri dalam perihal prestasi sains. Dalam perihal ini prestasi siswa kita jauh di dasar siswa Malaysia serta Singapore bagaikan negeri orang sebelah yang terdekat.
Dalam perihal prestasi, 15 September 2004 kemudian United Nations for Development Programme( UNDP) pula sudah mengumumkan hasil riset tentang mutu manusia secara serentak di segala dunia lewat laporannya yang bertajuk Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia cuma menduduki posisi ke- 111 dari 177 negeri. Apabila dibandingkan dengan negara- negara orang sebelah saja, posisi Indonesia terletak jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, bagi Laporan Bank Dunia( Greaney, 1992), riset IEA( Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur membuktikan kalau keahlian membaca siswa kelas IV SD terletak pada peringkat terendah. Rata- rata skor uji membaca buat siswa SD: 75, 5( Hongkong), 74, 0( Singapore), 65, 1( Thailand), 52, 6( Filipina), serta 51, 7( Indonesia).
Kanak- kanak Indonesia nyatanya cuma sanggup memahami 30% dari modul teks serta nyatanya mereka susah sekali menanggapi soal- soal berupa penjelasan yang membutuhkan penalaran. Perihal ini bisa jadi sebab mereka sangat terbiasa menghafal serta mengerjakan soal opsi ganda.
Tidak hanya itu, hasil riset The Third International Mathematic and Science Study- Repeat- TIMSS- R, 1999( IEA, 1999) memperlihatkan kalau, diantara 38 negeri partisipan, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia terletak pada urutan ke- 32 buat IPA, ke- 34 buat Matematika. Dalam dunia pembelajaran besar bagi majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik nyatanya 4 universitas terbaik di Indonesia cuma sanggup menempati peringkat ke- 61, ke- 68, ke- 73 serta ke- 75.
5. Minimnya Pemerataan Peluang Pendidikan
Peluang mendapatkan pembelajaran masih terbatas pada tingkatan Sekolah Dasar. Informasi Balitbang Kementerian Pembelajaran Nasional serta Direktorat Jenderal Binbaga Kementerian Agama tahun 2000 membuktikan Angka Partisipasi Murni( APM) buat anak umur SD pada tahun 1999 menggapai 94, 4%( 28, 3 juta siswa). Pencapaian APM ini tercantum jenis besar. Angka Partisipasi Murni Pembelajaran di SLTP masih rendah ialah 54, 8%( 9, 4 juta siswa). Sedangkan itu layanan pembelajaran umur dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam umur dini nantinya pasti hendak membatasi pengembangan sumber energi manusia secara totalitas. Oleh sebab itu dibutuhkan kebijakan serta strategi pemerataan pembelajaran yang pas buat menanggulangi permasalahan ketidakmerataan tersebut.